Teknologi memang bisa
berdampak buruk, namun juga bisa memberi peluang. Bagi Bukalapak
sebagai e-commerce, salah satu
peluangnya adalah memberikan kesempatan kepada semua UKM yang ada di
Indonesia untuk terus bertumbuh dan memperluas pasarnya. Sedangkan bagi Kok
Bisa sebagai channel Youtube, yaitu sebagai sarana mengembangkan konten edukasi.
Himpunan Mahasiswa
Tehnik Informatika Untad dan Forum Indonesia Muda Regional Palu mengadakan
seminar inspiratif bertema “Millennials Anti Mainstream”. Pembicaranya yaitu Muhammad
Fikri, Head of Community Management
Bukalapak dan Ketut Yoga Yudistira, Youtuber
Channel Kok Bisa. Berikut pembahasannya:
Mirisnya Media Kita Saat Ini
Zaman sekarang sudah
banyak konten-konten yang tidak bermutu. Baik di televisi maupun di internet. Dampaknya, lebih banyak
anak-anak yang ingin bercita-cita menjadi Youtuber,
rapper, dan gamer ganteng, ketimbang menjadi orang pintar dan berprestasi
seperti Pak Habibie.
Hal itu terjadi bukan karena
televisi atau Youtube-nya yang salah, tapi kontennya. Platform apapun akan menjadi jelek kalau isinya jelek.
Solusinya mungkin dengan
memblokir konten-konten negatif tersebut, tapi tak cukup hanya sekedar itu.
Kita juga harus membanjiri berbagai platform
tersebut dengan konten-konten positif. Tentu dengan konten positif yang mampu
bersaing. Bagaimana caranya? Dengan mengemasnya menggunakan gaya anak muda, harus menarik dan menghibur.
Atas dasar permasalahan
itu, pada zaman internet yang makin cepat ini, muncul lah channel Youtube bernama Kok Bisa. Kok Bisa berkolaborasi dengan
berbagai pihak untuk menghasilkan konten-konten edukasi.
Selain berkarya di Youtube,
tim Kok Bisa pernah bekerjasama dengan pemerintah Surabaya untuk mengekspose
prestasi kota tersebut ke dalam bentuk vidio. Kok Bisa juga bekerjasama dengan
warga Indonesia yang bekerja di luar negri untuk membuat konten-konten Youtube-nya.
Kemudian juga pernah membuat konten kuliner, hingga sempat diundang oleh Jokowi
ke Istana.
Salah satu misi dari
Kok Bisa adalah mengajak lebih banyak orang, terutama anak muda untuk membuat
lebih banyak lagi konten positif. Hal itu mungkin bisa menjadi salah satu
kontribusi untuk merubah Indonesia menjadi lebih baik.
Ketut Yoga Yudistira sebagai
Founder Kok Bisa iri dengan anak-anak
muda dari negara lain yang punya akses dan punya banyak pilihan
tayangan-tayangan yang edukatif. Mungkin itu sebabnya kenapa mereka bisa menjadi
astronot atau bisa bikin film Hollywood. Dari kecil saja mereka sudah bisa
mendapatkan inspirasi dari konten-konten bermutu. Sedangkan di Indonesia?
Wujudkan
Ekonomi Digital Berbasis Kerakyatan
Data tahun 2017
menunjukkan bahwa media yang paling sering diakses di Indonesia yang pertama
adalah Youtube. Jadi, membuat sesuatu lewat Youtube akan sangat efektif.
Bukalapak termasuk e-commerce yang Youtube channel-nya sangat aktif.
Indonesia merupakan
negara ketiga dengan pengguna Instagram teraktif di dunia. Indonesia juga
merupakan peringkat ketujuh sebagai negara yang paling optimis memandang
teknologi sebagai sesuatu yang mampu membuka banyak peluang dan kesempatan
baru, bukan sebagai ancaman.
Semakin banyak orang menggunakan
digital platform sebagai media untuk
berkreasi dan berbisnis, merupakan salah satu indikator bertumbuhnya ekonomi
digital. Jadi, kalau anak-anak muda Kota Palu mulai terjun ke dunia digital
apapun bentuknya, entah itu bikin channel
Youtube sendiri, entah itu jualan online, itu menjadi salah satu indikator bahwa
Kota Palu juga bisa meningkatkan ekonomi digitalnya.
Memasuki ekonomi
digital adalah membuka kesempatan untuk memasuki pasar baru. Apalagi Masyarakat
Ekonomi Asean (MEA) sudah terbentuk. Kalau masyarakat Indonesia tidak
mempersenjatai diri dengan pengetahuan mengenai teknologi, maka jangan salahkan
orang asing apabila mereka seolah mengambil mata pencarian kita.
Sebagian besar produk
yang laku di e-commerce adalah produk fashion. Kedua gawai dan elektronik,
kemudian aksesoris. Tren belanja online
di Indonesia diprediksi terus tembuh karena transaksi yang terjadi semakin
aman.
Perekonomian Indonesia 90% nya adalah UMKM, oleh karena itu Bukalapak sangat konsen terhadap UMKM di
Indonesia. Pemasalahan UMKM adalah terkait pemasaran.
Muhammad Fikri, Head Manager of Community Bukalapak
merupakan lulusan S1 jurusan komunikasi UGM dan lulusan S2 di Amsterdam,
Belanda dengan jurusan yang sama. Setelah lulus, ia sudah berencana untuk
melanjutkan kerja di sana. Namun suatu ketika ia berencana pulang ke Jakarta untuk
sekedar mengunjungi keluarganya selama dua bulan.
Setibanya di Jakarta, Fikri
bertemu dengan teman-teman kerja lamanya, karena sebelum S2 ia pernah kerja
setahun di Indonesia. Ia kemudian ditawari membantu sebuah projek Kementrian Pariwisata
sebagai konsultan untuk sosial media marketing. Akirnya ia berpikir bahwa
sebenarnya ia bisa berkontribusi lebih di Indonesia.
Setelah bergabung di
Bukalapak, ia banyak berkontribusi membantu pelapak di seluruh Indonesia untuk
memiliki sarana dalam meningkatkan penjualan mereka, sehingga meningkat pula kesejahteraannya. Fikri kemudian memilih tinggal di Indonesia dan tidak jadi
balik ke Belanda.
Penulis : I Ketut Darma Setyawan
Penulis : I Ketut Darma Setyawan
No comments:
Post a Comment